Selasa, 22 Juli 2014

mengapa orang bali tidak makan daging sapi

mengapa orang bali tidak makan daging sapi ?. Pertanyaan tersebut sering kali dilontarkan oleh teman-teman saya yang dari luar daerah maupun yang beragama selain Hindu. Dan pertanyaan tentang mengapa orang bali tidak makan daging sapi tersebut sering kali membingungkan saya, karena saya sendiri yang lahir dan besar di bali dari kecil tidak pernah diajarkan untuk Orang Bali "tidak mengkonsumsi" atau "larangan untuk mengkonsumsi" daging sapi, selain itu Pertanyaan tersebut hanyalah timbul dari pendapat umum yang keliru (mungkin pertanyaan tersebut ditujukan kepada orang bali yang ber-agama Hindu) karena tidak semua orang Bali itu agama nya Hindu. Bahkan di Desa saya, terdapat ritual atau upacara yang salah satu persembahannya adalah daging anak sapi (dalam bahasa bali disebut godel). Namun jika melihat asumsi publik yang berkembang, dimana Hindu di India, identik dengan menghormati sapi seperti Ibu yang memberi susu kepada anaknya.

Di Negara India yang mayoritas ber-agama Hindu, Sapi sangat dihormati dan termasuk hewan yang disucikan. Bahkan adalah dosa besar "katanya" jika sampai memakan daging sapi bahkan dapat menimbulkan masalah besar seperti yang ditulis dalam artikel ini. Mengutip salah satu artikel tentang agama Hindu di sini [1] ,

bahwa didalam Catur Weda, Sapi disebutkan sebagai "Ibu" (yang menyusui) atau penyangga alam yang memberikan kehidupan pada manusia, karenanya harus disucikan, dihormati, dan dilimpahi kasih sayang.
Misalnya disebutkan antara lain dalam: Rg Weda 10.176.1, Atharwa Weda 3.28.4, Yayur Weda 23.48 dan Sama Weda 176.
Dalam perkembangan sejarah Agama Hindu di Bali, sapi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Lembu yang berwarna putih, yang dapat diperah susunya, dan banteng yang berwarna merah, umumnya tidak diperah susunya.
Tafsir-tafsir tentang Sapi baik yang ada dalam Catur Weda maupun dalam Upanisad adalah sapi jenis Lembu.

Selain itu, saya juga pernah menanyakan pertanyaan serupa kepada teman, keluarga, guru, dan membaca buku, tanggapannya sangat beragam. Perihal kenapa tidak makan daging sapi, alasannya ada yang berkaitan dengan kesehatan (spt darah tinggi, dll), Kepercayaan, Mitos, fanatisme berlebihan, dan lain-lain.

Kalau menurut saya pribadi, tidak masalah untuk mengkonsumsi daging sapi (yang warna merah/coklat), sepanjang itu baik untuk kesehatan, atau berguna bagi kehidupan. Tetapi untuk Lembu (Sapi yang berwarna Putih) saya tidak pernah mengkonsumsi. Selain itu saya juga menghormati Ajaran Hindu seperti yang disebutkan diatas.

Kamis, 22 Maret 2012

Makna Hari Raya Nyepi di Bali


Nyepi adalah sebuah sebuah konsep Budaya yang dijiwai Agama Hindu yaitu sebagai wujud keselarasan manusia dengan alam. Hari Raya Nyepi dilaksanakan setiap tahun sekali yaitu pada Penanggal Apisan Sasih Kedasa atau sehari setelah bulan mati (tilem) dalam kalender Bali.

Pada pelaksanaannya, masing-masih daerah di bali tidaklah sama. Semisal dalam pembuatan ogoh-ogoh tidak semua desa adat membuat ogoh-ogoh untuk menyambut hari Raya Nyepi. Namun Makna yang terkandung dalam perayaan nyepi adalah sama. Yaitu kita melakukan apa yang disebut dengan Catur Brata Penyepian (Empat jenis Tapa Brata dalam Hari Raya Nyepi)

Yang pertama adalah Amati Gni.
Amati gni disni adalah kita yang merayakan nyepi tidak diperbolehkan menyalakan api. Api disini lebih ditekankan pada api yang ada dalam diri, yaitu api yang dapat membakar nurani dan pikiran sadar seperti marah atau iri-hati dan berfikiran tidak baik. Karena kita tahu, penyebab ke tidak harmonisan dalam hidup disebabkan oleh sifat marah atau iri dengki. Untuk itu, masyarakat melakukan amati geni dengan wujud tidak menyalakan api.

Yang kedua adalah Amati Karya.
Amati Karya artinya tidak boleh bekerja. Kenapa demikian? Selama setahun penuh kita menjalani hidup, banyak yang telah dialami yang tentunya akan menggeser pikiran kita untuk meraih tujuan utama yaitu Tuhan. Lalu apa hubungannya pikiran dengan amati Karya? Dalam melaksanakan amati karya ini, kita di tekankan untuk tidak bekerja. Artinya dengan tidak bekerja maka kita bisa merenung dan mengintospeksi diri atas kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat selama ini, selain itu kita diajarkan untuk mengistirahatkan pikiran, agar tahun depan bisa lebih baik dan bijaksana dalam bertindak.
Satu hal penting yang tersirat dalam amati karya adalah dengan tidak bekerja selama sehari, maka alam ini dapat bernafas lega. Alam dapat memproduksi udara segar untuk kita keesokan harinya.

Yang ketiga adalah amati Lelungan
Amati Lelungan artinya kita tidak diperkenankan melakukan perjalanan atau melancong. Mengapa? Dengan tidak melancong atau bepergian, maka alam akan tenang dari gangguan hidup manusia yang sehari-hari mengotori bumi pertiwi ini. Ini adalah suatu permohonan maaf terhadap Bumi karena selama hidup ini manusia tidak dapat hidup jika tidak merusak alam.

Yang keempat adalah amati Lelangunan
Amati lelangunan artinya tidak diperkenankan untuk menghibur diri. Jika manusia larut dalam hiburan, maka mereka akan lupa tujuan hidup yang utama, yaitu kembali kepada Tuhan, kembali kepada Sang Hyang Widhi, sang Pencipta.

Jika ditarik kesimpulan dari keempat tapa Brata Penyepian tersebut adalah, manusia saat hari nyepi adalah mati suri atau melakukan hibernasi. Ini berdampak sangat baik bagi alam. Bayangkan, jika sehari saja kita tidak mengeluarkan polusi, bumi ini sudah berterima kasih. Maka akan timbul rasa keseimbangan manusia dengan alam.
Alangkah baiknya jika seluruh dunia melakukan Nyepi. Sekali lagi nyepi ini bukanlah semata-mata suatu ajaran agama Hindu. Ini adalah suatu kearifan Budaya Bali, hanya saja dijiwai dengan Agama agar terlihat kesakralannya. Nyepi adalah suatu konsep keselarasan Manusia dengan Alam. Siapapun bisa melaksanakan Nyepi. Bukan hanya untuk orang Bali atau Orang Hindu.

Semoga Damai di hati, damai di bumi, damai di akhirat.

Minggu, 02 Januari 2011

Makna hari perayaan Sivarartri

Sivarartri jatuh setahun sekali yaitu pada malam purwaning tilem kepitu (malam 1 hari sebelum bulan mati yang ke 7 dalam perhitungan kalender bali) menurut kepercayaan malam tersebut adalah malam yang paling gelap dalam satu tahun. Malam yang paling gelap tersebut sedikit tidaknya dapat mempengaruhi diri kita. Malam tersebut dapat membangkitkan kegelapan dalam diri kita. Dalam Agama Hindu, ada 7 kegelapan (mabuk) dalam diri kita yang disebut sapta timira yaitu
  1. mabuk karena kekayaan
  2. mabuk karena kerupawanan,
  3. mabuk akan kepandaian,
  4. mabuk karena kebangsawanan,
  5. mabuk karena keremajaan,
  6. mabuk karena minuman keras dan
  7. mabuk karena kemenangan
kegelapan itu terjadi karena adanya kesimpang siuran dalam struktur alam pikiran. Kesimpang siuran terjadi apabila pikiran dikuasai oleh sepuluh indria sehingga melahirkan manusia yang senantiasa menghumbar hawanafsu. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan Brata Sivaratri, yang meliputi
  • jagra
  • upawasa
  • mona
  • dana punia

jagra artinya berjaga, bangkit atau tidak tidur. Secara singkat dapat dikatakan bahwa manusia yang dibelenggu oleh raga atau indriyanya dikatakan tidur, manusia yang tidur dikatakan papa(kotor). agar terlepas dari papa neraka, manusia harus sadar akan Sang Diri.

Lalu bagaimana caranya untuk mendapatkan kesadaran diri? Kesadaran dapat diperoleh apabila kita mengerti tentang hakekat hidup ini. Darimana asal kita dan kemanakah kita akan menuju? Menurut ajaran Siva Tatwa, kehidupan terjadi karena adanya pertemuan antara purusa dan predana. Purusa adalah Jiwa kesadaran yang merupakan sumber dharma, sedangkan phradana adalah sumber material yang diliputi oleh kegelapan. Inilah yang menyebabkan manusia hidup antara kesadaran dan kegelapan. Karena itu perbuatan manusia digolongkan menjadi dua :
  • perbuatan yang berdasarkan atas dominasi dharma (shubbha karma)
  • perbuatan yang berdasarkan atas dominasi material (asubha karma)
pahala dari shubha karma adalah sorga, sedangkan pahala dari asubha karma adlah neraka, karena itu untuk mencapai kesadaran diri, kita harus berusaha berbuat dengan dominasi subha karma. Caranya dengan mengendalikan pikiran beserta kesepuluh indrianya.

Upawasa artinya berpuasa(tidak makan). Selain itu, upawasa lebih jauh merupakan pengendalian terhadap makanan dan minuman(aharalaghawa). Manusia harus selalu mencari makanan dan minuman dengan cara yang benar, dan makanan yang baik bagi kesehatan jasmani dan rohani. Dalam hal ini, Kita semestinya menyantap hidangan yang sebelumnya dipersembahkan kepada Hyang Widhi, tanpa itu kita dikatakan makan dosa sendiri. Upawasa juga berarti usaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan jalan mengendalikan hawa nafsu dengan cara puasa(tidak makan minum)

Mona artinya tidak bicara, yang mengandung makna agar setiap orang berbicara berdasarkan kesadaran diri. Aturan tata tertib berbicara telah dimuat dalam kekawin NitiSastra sebagai berikut
“... karena bicara kita memperoleh kebahagiaan, karena bicara pula kita mendapatkan kematian, karena bicara kita dapat kesusahan, dan karena bicara pula kita mendapatkan sahabat”. 
Dengan demikian, mona tidak semata-mata mengandung makna diam, tapi lebih jauh dalam kesehariannya mengisyaratkan kita agar selalu berbicara atas dasar kesadaran. Dalam Bhagawad Gita disebutkan : 
“berbicara tanpa menyinggung, melukai hati, dapat dipercaya, lemahlembut, berguna dan mempelajari kitab suci, ini dinamakan bertapa dengan ucapan”(BG.XVII:15)

dana punia artinya pemberian dengan tulus sebagai bentuk pengamalan ajaran dharma. Pemberian tersebut dapat berupa nasehat/ wejangan atau petunjuk hidup, yang mampu mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik(Dharmadhana), berupa pendidikan(widyadana) dan berupa hartabenda(atrhadana) yang bertujuan untuk menolong atau menyelamatkan seseorang atau masyarakat.

Begitulah sedikit makna dari malam Sivaratri, tidak semata-mata melakukan tapa brata di malam itu saja, namun lebih dari itu kita harus mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.

Sumber: sivaratri(tinjauan Sosioreligius dan Filosofis)

Jumat, 12 November 2010

Tumpek pengatag, Wujud kasih sayang umat hindu pada tumbuhan

Tumpek pengatag/ wariga merupakan salah satu hari raya umat hindu di bali yang diperingati 25 hari sebelum hari raya galungan yang bertepatan pada hari saniscara kliwon wuku wariga dalam kalender caka (kalender di bali). Tumpek wariga merupakan hari dimana umat hindu di bali menghaturkan sesajen kepada tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi sebagai rasa syukur manusia atas segala kelimpahan makanan dan banyak fungsi dari tumbuh-tumbuhan yang membantu kehidupan manusia.


Namun saking banyaknya tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi ini, tidaklah semua tumbuhan di beri sesajen. Hanya beberapa tumbuhan yang mewakili semua tumbuhan yang ada di muka bumi ini saja yang di haturkan sesajen. Sesajen itu berupa tipat gatep (ketupat yang dibuat dari janur menyerupai dadu) dan seperangkat sesajen khusus.


Tumpek wariga atau sering juga disebut tumpek pengatag ini memiliki makna yang sangat mulia. Dimana kita sebagai manusia harus saling menjaga hubungan baik dengan Tuhan, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, dan hubungan baik dengan lingkungan (tumbuh-tumbuhan) sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab keseimbangan alam semesta). Dengan dilaksanakannya tumpek wariga ini, manusia setidaknya bisa ingat atas jasa-jasa tumbuhan kepada manusia, sehingga manusia dapat menjaga lingkungan, dan sebaliknya lingkungan juga dapat menjaga kita sesuai dengan hukum aksi reaksi.


Jaman sekarang telah banyak kita lihat dimana alam murka kepada manusia karena kita tidak ingat kepada mereka. Banjir, tanah longsor, global warming,keracunan ikan laut (akibat limbah pabrik yang dibuang ke laut), dan lain-lain. Itu semua adalah akibat dari kita yang tidak mempedulikan lingkungan.


Bagaimana aplikasi tumpek wariga dalam kehidupan sehari-hari??


Menjaga atau mempedulikan lingkungan tidaklah dilaksanakan pada tumpek wariga saja. Namun penekanannya lebih pada kehidupan sehari-hari. Misalnya saja menjaga hutan tetap asri dengan tidak melakukan penebangan pohon sembarangan. Menanam satu pohon setiap satu orang, tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi polusi berlebihan ke air, udara, dan tanah, niscaya kehidupan manusia akan menemui kedamaian.

Selasa, 08 Juni 2010

Mantra Menghindari Cetik

Mantra Hindari Cetik teranjana

Om Suastiastu,
Sering kita lihat bahwa di Bali banyak bertebaran cetik (racun gaib). Ketika ada orang yang tidak senang pada orang lain, biasanya orang bali menggunakan cetik. biasanya cetik identik dengan makanan. dalam makanan itu telah di pasang cetik yang ramuannya telah di peroleh dari balian (dukun) atau bisa juga dengan mengolah sendiri bahan-bahannya. Ketika orang yang memakan/ minum cetik itu, maka beberapa saat/ beberapa hari kemudian akan terkena efek dari cetik itu. Efeknya bermacam-macam, mulai dari sakit kepala yang hebat, sakit perut, bahkan hingga kematian, sesuai dengan pesanan si penerima. Namun perlu di ketahui, bahwa dalam kitab suci di sebutkan bahwa
orang yang meracuni / mencelakai orang itu, hidupnya akan sengsara di kemudian hari. bahkan sampai beberapa generasi/ keturunan.
Setelah saya membaca sebuah buku yang berjudul 108 tips niskala, terbitan bali aga, saya menemukan mantra untuk menghindari cetik. berikut mantranya;
Ong Sang Hyang Brahma, pinaka urip wetengku
Sang Hyang Siwanirmala angadeg ring jiwanku
Wisnu Iswara anglebur sahananing kapangan kenum
Sastra Mang Ang Ung Mang Ah amunah wisia cetik, ring nabiku apupul sawiji
Angidep sapta Ongkara jati pamunah wisia desti teranjana
Poma poma poma, kedep mandi mantranku Ong Ong Ong
Caranya: sebelum minum ataupun makan sesuatu, hendaknya baca mantra di atas dengan penuh kepercayaan dan keheningan hati dan pikiran. bisa di ucapkan berulang kali. Selanjutnya oleskan iduh bang atau ludah dengan jari tengah pada selagan lelata ( di atas hidung,  antara alis) bisa juga iduh bang itu di telan sebanyak tiga kali, agar terhindar dari cetik teranjana yang sangat ganas serta mematikan.
sekian.. semoga dapat membantu..

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Sabtu, 05 Juni 2010

daun pandan berduri dapat mengusir leak??

Kita tahu sebagai orang bali dalam ritual keagamaan sering sekali menggunakan daun pandan. Namun secara pasti kita tidak tahu mengapa kita memakai daun pandan berduri. Nah, menurut cerita orang-orang tua seangkatan dengan nenek saya, beliau mengatakan bahwa di bali ada kepercayaan bahwa daun pandan berduri itu depercaya dapat menetralisir kekuatan-kekuatan negatif di sekitarnya.

banyak kita lihat daun pandan di gunakan pada ogoh-ogoh yang belum selesai di upacarai, pada ogoh-ogoh di taruh sepotong daun pandan berduri. Begitupun pada bangunan-bangunan yang belum di upacarai (di pelaspas) yang tujuannya adalah agar tempat-tempat tersebut tidak dimasuki oleh kekuatan-kekuatan negatif. Dahulu, orang-orang bali sering menanam pohon pandan berduri di sekeliling pagar rumah. dan sekali lagi tujuannya adalah untuk menetralisir kekuatan negatif yang akan masuk ke pekarangan kita.

pada sasih ke-enem (bulan ke enam kalender bali) masyarakat bali sering mengadakan ritual dimana menaruh daun pandan berduri di sekeliling rumah, baik itu di sanggah, di kamar, dan di pekarangan. karena dipercaya pada bulan-bulan itu sering terjadi penyakit atau gerubug. maka masyarakat bali menaruh daun pandan berduri.

lalu dari mana asal kepercayaan bahwa daun pandan berduri itu dapat menetralisir kekuatan negatif??

Dalam kitab suci Hindu tidak ada istilah seperti itu, namun ini hanya sebatas kepercayaan yang turun temurun dari sejak jaman dulu kala dimana katanya dahulu di bali masih hutan belantara. masih tenget (angker). Banyak Mahluk gaib yang sering mengganggu kehidupan manusia.
tapi pertanyaannya...

masihkah di bali angker?? tentu jawabannya masih, namun hanya di beberapa tempat saja. Akan tetapi mitos daun pandan itu masih hidup masih sekarang.

Kekuatan Mantram Gayatri

OM Suastiastu,

mantram gayatri adalah merupakan mantra inti dari segala mantra. begitu di sebutkan dalam kitab suci. Dari sekian mantra yang ada, Semuanya bersumber pada mantram gayatri. Jika anda mengalami kebimbangan, ketakutan, kebingungan, ingatlah selalu dengan mengucapkan mantra gayatri berulang-ulang dengan tulus sampai pikiran anda merasa baikan kembali.

Dengan Manram Gayatri, kita bisa terbebas dari segala ketakutan. asalkan anda mempercayainya dan diucapkan dengan setulus hati. Berikut ini adalah Mantram Gayatri

OM Bhur Bvah svah, tat savitur varenyam
Bhargo devasya dimahi, diyoyonah pracodayat

artinya:
Ya Tuhan Pencipta tiga loka ini,
Engkaulah sumber segala cahaya,
engkau sumber kehidupan
Pencarkanlah pada budhi nurani ini, SinarMu yang maha suci


Maknanya adalah dalam mantra Ibu dari segala Veda ini terkandung suatu kekuatan yang maha dahsyat, maha suci yang menjadi sumber kehidupan mahluk semesta alam.

Mengapa Mengucapkan Gayatri Mantram??

pertanyaan tersebut dapat dijawab di dalam kitab Atarwa Weda XIX,71,1 yang berbunyi sebagai berikut;

Stuta maya varada veda mata,
Pracodayantam pawamani dwijanam
Ayuh pranam prajam pasum
Kertim dravinam brahmavarcanam
Mahyam dattva vrajata brahmalokam

yang artinya;
Gayatri Mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat dalah Ibunya empat Weda, yang menyucikan semua dosa para dwija,
Oleh karena itu selalu ucapkan mantra tersebut,
Gayatri Mantra ini pemberi panjang umur, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi kemashyuran, pemberi kekayaan dan pemberi cahaya yang sempurna,

Oh Tuhan Berikanlah jalan moksa padaku

Makna Gayatri Mantra adalah anugrah pencerahan pada hati nurani ini. Nurani dalam Kegelapan akan dituntun ke jalan terang, hati yang terang akan dituntun pada perbuatan satwika.


Jadi, sebagai Umat Hindu yang baik, mari kita mengucapkan Gayatri Mantra demi kebahagiaan alam semesta..

Ya Tuhan pencipta alam semesta ini, Ibu dari segala Ilmu Pengetahuan, maafkan lah hamba jika apa yang hamba tulis ini ada kesalahan yang tidak hamba sengaja..hamba hanya ingin menyebarluaskan ilmu pengetahuan agar tidak ada lagi kegelapan di dunia ini...

OM, Santih, Santih, Santih, OM